Interpretasi Ruang Rindu “Letto”
“Ruang Rindu” adalah lagu yang dipopulerkan oleh band “Letto”
dengan susunan dan lirik yang menarik sehingga sukses diterima oleh penikmat
musik Indonesia. Noe sebagai vokalnya mampu menyajikan dan membawakan syair-syair
yang terkesan santai dengan nada-nada yang kalem. Namun jika melihat dari segi
bahasa dan sastranya diiringi nada sendunya akan mampu membawa penikmatnya seakan
ikut masuk ke dalam tiap alunan syairnya. Dalam tiap syairnya, tentunya memunculkan
interpretasi tersendiri bagi penikmatnya untuk membawa lagu ini masuk dalam
nuansa-nuansa hati masing-masing. Melihat secara sosio-historis yang digawangi
oleh Noe bernama asli “Sabrang Mowo Damar Panuluh” yang merupakan putra dari M.H.
Ainun Najib, membuat saya memandang tiap syairnya merupakan filosofi yang
mengarah kepada romansa ketuhanan.
Secara prerogratif, tentu kita memiliki gaya bercerita dan
memahami yang berbeda-beda. Berikut adalah lirik lagu Letto menurut pemaknaan
yang saya dapatkan:
(Di daun yang ikut mengalir lembut)
(Di daun yang ikut mengalir lembut)
(Terbawa
sungai ke ujung mata)
Kata Daun dalam KBBI di antaranya bermakna: Sebagai alat
bernapas dalam tumbuhan dan mengolah zat makanan. Namun dalam pemaknaan saya,
daun merupakan suatu hal yang dianggap penting meskipun kecil yang kemudian terbawa
sebuah peristiwa yang lembut (tidak terduga) hingga nampak begitu jelas di
pelupuk mata dan terasa nyata.
(Dan aku mulai takut terbawa cinta)
(Dan aku mulai takut terbawa cinta)
(Menghirup
rindu yang sesakkan dada)
Sehingga muncul kebimbangan dan hati ketika harus terbawa arus cinta (Dunia)
dengan segala keindahan dan aktifitasnya yang kemudian memunculkan kerinduan akan
sesuatu begitu dalam dan sangat kuat.
(Jalanku
hampa dan kusentuh dia)
(Terasa
hangat oh didalam hati)
Ketika kegundahan akan sesuatu yang hilang mulai meraba hati
seorang insan maka saat itulah kita akan mencari-cari sesuatu yang mampu
melengkapinya dan memaksa kita untuk kembali bersentuhan (menghadap) kepada-Nya
yang kemudian memberikan perasaan damai dalam hati. Khususnya bagi yang
mempercayai adanya kekuatan yang Maha Dasyat (Tuhan).
(Kupegang
erat dan kuhalangi waktu)
(Tak
urung jua kulihatnya pergi)
Tentunya, perasaan damai itu akan kita pertahankan dengan
semaksimal mungkin dan berharap waktu tidak pernah beranjak dari kita meski
sejenak meskipun pada akhirnya tetap kita tak kuasa menahan-Nya untuk beranjak
meninggalkan kita.
(Tak
pernah kuragu dan slalu kuingat)
(Kerlingan
matamu dan sentuhan hangat)
Sebagai perindu yang sangat berharap balas kasih dari-Nya
sudah tentu setiap moment yang indah dan nuansa-nuansa yang hadir dalam
intensitas bertemu yang sangat jarang dirasakan oleh seorang hamba tidak akan
dilupakan. Bahkan jika harus ditukar dengan apapun, kenangan itu akan selalu ia
genggam dan takkan tergantikan. Meski persinggungan itu berupa teguran ataupun
nikmat dari-Nya.
(Ku
saat itu takut mencari makna)
(Tumbuhkan
rasa yg sesakkan dada)
Dengan begitu lembutnya, rindu yang muncul itu memberikan
pemaknaan yang sulit. Bukan bermaksud memaknainya sebagai nikmat yang
menjadikan kita lupa dan merasa tinggi derajat di mata-Nya sehingga sangat
sulit dan menyesakkan dada dalam menguak arti sebenarnya apakah ini hanya
sebuah fatamorgana atau nikmat yang nyata.
(Kau
datang dan pergi oh begitu saja)
(Semua
kuterima apa adanya)
Tuhan adalah Dzat yang bersifatan Kuasa dalam hal apapun.
Tentu bukan merupakan suatu kenistaan jika Dia datang kemudian menjamah hati
setiap insan yang dikehendaki dan meninggalkannya dalam kehampaan kapan pun
sekehendak-Nya. Kita sebagai hamba yang tidak punya kuasa dan sebagai penerima
takdir pastinya sudah menjadi keharusan bagi kita untuk mempersilahkan Tuhan
berbuat hal demikian.
(Mata
terpejam dan hati menggumam)
(Di
ruang rindu kita bertemu..)
Kerinduan yang sangat dan dalam selanjutnya hanya mampu kita
pendam, seraya berfikir (mata terpejam) dan membatin “Kita hanya mampu bertemu
dalam ruang rindu (Ibadah; sholat)” dimana kita mampu bertemu/komunikasi
dengannya meskipun dalam penglihatan kita semua itu tidak bisa kita sentuh dan
raba kecuali hanya dalam perasaan dan suasana sunyi yang menentramkan.
Sinopsis:
Kita
(Manusia) yang faktanya memang hidup dalam dunia yang fana meski terlihat nyata
tentu merasa sah-sah saja jika memandang dunia ini begitu indah dan tidak
sengaja mengikuti arusnya seakan-akan kita akan hidup selamanya. Namun, jika
sudah tiba masanya panggilan Tuhan datang melalui batin (metafisika) dengan
kuasa-Nya akan membuat risau hati kita dan mencoba mencari apa sesungguhnya
yang telah hilang atau terlupa dari fitrah kita sebagai manusia. Yaitu Tuhan.
Begitu
halus dan lembut Tuhan membawa kita mengingat-Nya dan berkuasa untuk
meninggalkan kita di saat sudah terasa sangat dekat.Sudah tentu, kita tidak
menginginkan hal itu terjadi dan berusaha mempertahankan kedekatan dengan-Nya
semaksimal mungkin. Dan tidak ayal juga kita ditinggalkan-Nya begitu saja.
Sebagai
hamba yang tidak punya kuasa apapun, sudah barang tentu kita hanya menerima
dengan ikhlas dan sadar bahwa kita bukan apa-apa dan hanya mampu bertemu
dengann-Nya di ruang rindu (Ibadah; Sholat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar